Kelas Daring dan Generasi Corona

Selama musim pandemi, perkuliahan tatap muka digantikan pertemuan online atau sering disebut pertemuan dalam jaringan atau daring.  Pertemuan seperti ini dapat difasilitasi oleh platform-platform yang ada.  Ada kelas Zoom, kelas Microsoft Team, kelas Google Meet, dan sebagainya, ada banyak kemungkinan. Ada banyak cerita seputar kuliah daring ini, yang lucu dan juga yang membuat dosen berpikir dua kali untuk memberikan kajian efektivitas pembelajaran darurat seperti ini.

Pada waktu pandemi Covid19 mencapai puncak, pembelajaran tatap muka seluruhnya diganti daring, apa yang terjadi, dosen tidak sepenuhnya tahu.  Ketika pertemuan harus terjadi supaya dosen bisa berinteraksi seperti di kelas, yang terjadi malah Sebagian besar mahasiswa tidak menyalakan kamera, bersembunyi.  Apapun dapat terjadi pada waktu tidak tampak wajahnya oleh dosen, bisa makan, tidur, mengerjakan tugas yang lain, main game.  Setidaknya kemampuan multitasking memang ditunjukkan oleh mahasiswa. 

Kelas Daring

Namun tidak dapat dibohongi jika konsentrasi yang terpecah akan mengurangi kualitas interaksi.  Terbukti di dalam proses belajar, jika dosen bertanya, hamper dipastikan tidak ada jawaban yang spontan keluar dari kelas.  Masing-masing tidak merasa ditanya.  Saya pernah mencoba menyebut nama, yang bersangkutan menjawab, menandakan masih hadir di depan laptop atau ponselnya.  Namun jawaban tidak kunjung keluar, malah pertanyaan kembali dari mahasiswa atau permintaan untuk mengulang pertanyaan.  Berarti saat itu mahasiswa tersebut tidak sedang mendengarkan dosen, walaupun di depan layar.  Begitulah terjadi pada 5 mahasiswa yang saya panggil, saya harus mengulang pertanyaan 5 kali pula.  Itu dari sisi pertanyaan.  Bagaimana dari sisi jawaban?  Bisa ditebak sendiri.  Sampai pertanyaan yang sama diulang 5 kali, berarti jawaban yang lumayan pas baru ditemukan pada mahasiswa kelima.

Ujian daring, lebih memilukan juga.  Karena soal essay yang diberikan, ternyata dijawab secara aklamasi, oleh hampir seluruh penghuni kelas dengan jawaban yang sama sampai titik dan komanya.  Jika jawaban benar, semua benar, jika salah, semua salah.  Perkecualian hanya ada di beberapa mahasiswa, yang menjawab berbeda dari teman-temannya.  Nilai ujian tidak dapat membedakan pemahaman.  Kuliah daring memang membingungkan.

Bagaimana kualitas perkuliahan di masa pandemi, yang sering dijalankan dengan Sebagian perhatian saja?  Semoga di luar proses kuliah daring ini mahasiswa juga belajar sungguh-sungguh dengan materi yang diberikan, dengan Latihan-latihan yang harus dikerjakan.  Semoga memang mahasiswa menguasai ilmunya, paling tidak wawasan didapat dengan berusaha sungguh-sungguh.  Kualitas pertemanan dan belajar Bersama tidak sekedar sampai di permukaan saja, namun Kerjasama dan memecahkan masalah Bersama setidaknya menjadi pengalaman unik yang tidak terduga.

Teknologi telah menciptakan yang maya dan yang nyata hampir sama.  Kelas maya ini solusi terbaik di masa pandemi, dengan segala kekurangannya.  Angkatan Corona penuh kenangan, lulusan tahun corona juga penuh suka duka.  Wisuda daring, penelitian minim pertemuan dan kerja laboratorium, semoga semua dapat menebusnya nanti di dunia kerja yang nyata.  Semoga generasi ke depan adalah generasi tangguh, selalu semangat dalam mencari solusi atas setiap masalah dengan cara-cara sesuai jamannya, bukan generasi superficial yang dapat dengan mudah meninggalkan kesulitan tidak terpecahkan dan berpaling mencari masalah baru.  Lama kelamaan semua akan belajar bersabar, dan mengulang-ulang, mendalami juga dan berkolaborasi dengan siapapun, baik yang dikenal maupun tidak dikenal.

Salam hangat selalu,

SW

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *